Skip to main content

Posts

Showing posts from 2013

Selama Kamu Menjadi Bagian dari Semesta, Maka Kamulah Perpustakaan Itu

Indonesia macam apa yang akan kita miliki kelak jika anak-anak, remaja dan pemudanya kini enggan membaca? Dari mana para calon pemimpin ini memiliki referensi membuat keputusan, tanpa terasah nalarnya dari segala problematika yang sebagian bisa diraih lewat membaca? Dari mana logika dan diplomasi untuk bekal mengarungi hidup jika tak terbiasa mengikuti logika berbahasa, matematika, filsafat, sastra, sejarah dan segala macam ilmu humaniora? Dari mana kearifan sebagai manusia jika kita tak sedari muda berkaca pada tokoh-tokoh yang langkah hidupnya, segala pemikirannya, menginspirasi kita? Percayalah, semakin banyak tahu, semakin besar ruangmu melihat segala sesuatu. Saya tidak menjanjikan bahwa dengan berilmu segalanya menjadi lebih mudah—bahkan mungkin sebaliknya—tapi saya percaya bahwa dengan ilmu segalanya lebih terarah. Ingat waktu sekolah, rumus (matematika) tertentu yang kita pahami dengan baik, akan membawa kita pada satu jawaban pasti, meski sejumlah langkah harus sat

“Saya tidak pernah akur dengan kenangan. Apa yang bisa saya beli darimu?” Tanya saya kepada penjual kenangan

Penjual Kenangan , dan jendela yang menyetia  Saya dan Iwied  telah saling mengenal sejak kami semester satu, itu sekitar 12 tahun lalu. Kami dua tahun satu asrama dan satu fakultas pula, FIB-UI; saya di Sastra Jepang dan Iwied jurusan Sastra Indonesia. Karenanya, sedikit banyak saya mengenalnya secara pribadi, pun tulisan-tulisannya. Saya, Iwied dan Gita —sahabat Iwied, rumah segala kenangan, demikian Iwied menyebutnya di halaman persembahan  Penjual Kenangan —sama-sama suka menulis puisi dan kisah fiksi. Namun dalam perjalanan, saya lebih condong ke (bacaan) non-fiksi, buku referensi, penelitian dan jurnal. Dulu kami bercita-cita, suatu hari kami bertiga akan sama-sama jadi penulis fiksi J   Penjual Kenangan adalah buku Iwied yang pertama kali saya tamatkan. Sebelumnya saya sudah tahu Kucing Melulu dan Cerita Cinta (Me)Lulu , tapi menyerah pada halaman-halaman awal. Ini hanya masalah selera. Dalam buku ini, Penjual Kenangan  menawarkan repih-repih kenangan, pa

Annida, Rujakan, dan Iman Saya Kepada Sastra

Pernah ada satu waktu di penghujung era 90-an dan awal 2000, majalah Annida --yang mungkin awal mula genre "sastra Islam(i)", rintisan Forum Lingkar Pena, dengan penggagas kakak-beradik Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia--begitu mempesona gadis-gadis remaja seusia saya. Semua teman satu SMA berebutan membaca atau berlangganan Annida, seringkali dibawakan kakak-kakak kelas 3. Teman-teman saya sering berkumpul seminggu sekali, biasanya Jumat siang, rujakan  berbalut pengajian, keputrian, sembari membahas isi Annida, yang kebanyakan berisi cerpen bertema kisah cinta muda-mudi yang dikemas Islami. Sangat sesuai dengan jiwa remaja kami saat itu. Saya tidak pernah tertarik mengikuti kelompok keputrian itu--yang segera menjadi bahan gunjingan anak-anak Rohis sekolah--karena saya berjilbab ketika itu. Hanya ada dua cewek berjilbab di sekolah saya yang menolak mengikuti majelis keputrian itu: saya dan seorang teman lagi, tapi ia jamaah LDII, jelas tidak akan mau satu jamaah dengan pe

Sebab Hanya Anda yang Tahu Perihal “Hembus Angin Utara”

Judul asli: Gut gegen Nordwind (2006) Judul terjemahan: Hembus Angin Utara (Darbook, 2009) Penulis: Daniel Glattauer Penerjemah: Ahmad Mulyadi Saya jenis manusia konservatif. Jarang chatting kecuali ada janji. Skype dan gtalk nyala kalau ada perlu. Segala fasilitas macam BBM, iMessage, Kakaotalk, line, whatsapp, belum pernah saya sentuh. Meski akrab dengan fasilitas teleconference dan aplikasi Go To Meeting di kantor, saya tidak akan melakukannya jika kolega sama-sama berada di Jakarta. Saya lebih puas bertemu, menatap langsung wajah kawan bicara saya, membaca mimik dan gerak-gerik tubuhnya, meraba-raba senyum palsu dan tawa basa-basinya. Tidak ada yang lebih indah daripada pecah tawa bersama-sama, tidak ada yang bisa menyamai lirikan sarat konspirasi dan senyum penuh arti. Tidak akan ada ekspresi yang bisa terganti dengan hahaha, xoxoxo, ck ck ck ck, xi xi xi xi, hihihi, hohoho, bahkan wkwkwkwkw! Pun emoticon paling rumit yang tersedia di gadget Anda J Jadi, sa

Cewek yang Selalu Lapar Tiap Dua Jam Itu Nekat Menjalani #70HariBayarUtangPuasa!

Yang twit2an sama gw mungkin pernah lihat hashtag #70HariBayarUtangPuasa di linimasa gw. Ya begitulah, kaya' dunia harus tahu banget ya, bahwa gw punya utang puasa sebanyak 70 hari sama Tuhan. Itu artinya 2x Ramadhan + 10 hari. Puasa sehari aja nelangsa banget... gimana gw bisa segitu nekat mau bayar puasa 70 hari? Sebenernya yang harusnya gw maksud 'nekat' adalah keberanian gw numpuk utang puasa sampai sebanyak itu. Untuk ukuran orang yang nggak suka berlapar-lapar puasa, numpuk utang 70 hari itu setara dengan ajakan bunuh diri  latian marching band lagi di usia menjelang menopause. Halah! Jadi, sejak 2005 gw nggak pernah bayar puasa, dan benar sekali bahwa itu adalah pertama kalinya gw bergabung dalam sebuah unit marching band keren  di kampus. Intinya gw mau nyalahin MBUI sih, hehe! Nah, selama latian MB itu kaya'nya susah banget nyisihin waktu buat bayar utang puasa. Gw tetep puasa sih kalo latihan pas bulan Ramadhan. Emang rasanya neraka banget latian MB di bulan

Tentang Kamu, Da..

#1 Hei, ada yang mati kutu dalam sekali ketemu. Boleh DM no. hp mu wahai penembak jitu? #2  Hei, ada yang selalu buka linimasamu. Berharap kamu menulis sesuatu. Selalu dan selalu. Apa akunmu kau taburi sejenis bubuk candu? #3  Hei, ada yang serasa mau mati muda tiap kau balas twit perempuan lainnya. Coba kau tengok ada yang merengut manja di Salemba. Kesal, katanya.

Apa yang Berada di Bawah Telapak Kaki Ibu Perokok? PUNTUNG!

Apa yang Berada di Bawah Telapak Kaki Ibu Perokok? PUNTUNG! Iya, cuma puntung. Alih-alih mengharap sorga. Selama ini gw selalu marah jika ada orang (baca: misogini) yang selalu menganggap perempuan yang merokok itu lebih "hina" daripada laki-laki yang merokok. Gw akan terus menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan perokok sama buruknya. SAMA. Bahwa perempuan perokok terlihat lebih buruk di mata masyarakat, itu hanya stigma, hasil pemikiran-pemikiran misoginis yang berhasil dicekokkan: bahwa perempuan perokok itu sundal, cwe nggak bener. (Samalah kaya orang-orang yang mikir komunis itu atheis, suka nyiksa dan perempuan-perempuannya cabul) Padahal, banyak perempuan baik di sekitar kita: teman, nenek, tetangga, ibu: perokok; tapi jelas lo akan marah kalo mereka disebut cwe nggak bener. Bahwa mereka membahayakan kesehatan diri dan lingkungan, itu benar, tapi cwe nggak benar: terlalu dangkal untuk membuat kesimpulan cuma karena stereotipe. Tapi mari kita kesampingkan itu dul

Estafet Hati

Aku tongkatmu yang kau bawa-bawa tapi tak kau ajak berlari dalam lintasan kita. Tak juga kau berikan ke pelari lain yang menunggu entah di ujung mana. Kau diam menekuri keraguan, bergumul dengan dirimu sendiri dan aku tak juga beranjak meninggalkanmu pergi: aku masih sayang pada pelari yang ragu-ragu, sebab denganmu aku belajar tentang yang pasti. Kadang kau lempar tongkatmu ini, entah karena marah pada dirimu sendiri entah pada dunia yang sepertinya mengejek pelari yang peragu sepertimu. Dan tongkat kecil ini tergeletak begitu saja, masih di orbitmu, sebab ia tak sanggup meninggalkan pembawa tongkatnya. Kau pungut lagi, kau lempar lagi: dan aku selalu sanggup tersenyum pada marahmu yang pancaroba; aku selalu memaafkanmu sebelum matamu menyiratkan sesal yang menghiba. Pernahkah aku tak mengimbangi larimu? Kaulah pelariku dengan lintasan terpanjang, karenanya aku sangat mengenalmu: keringatmu, aroma tubuhmu, kesalmu, keraguanmu, gelapmu, terpurukmu, lekuk genggamanmu, palung terdala

#EstafetBuku: Mari Berbagi Racun dalam Buku

Awalnya gw abis baca novel "Pulang" karya wartawan Tempo: Leila S. Chudori yang selama membaca dan khatamnya, bikin mood gw berantakan, menimbulkan sensasi berbagai rasa. Mungkin karena gw memang suka baca tentang "sisi hitam Indonesia", mungkin juga karena gw pernah dekat dengan seorang tapol Buru yang disiksa dengan ekor ikan pari; mungkin juga karena gw pernah sangat kesal dengan Taufik Ismail yang "merusak" peluncuran buku tapol Buru tersebut. Terlalu menyederhanakan masalah jika lo nyebut "komunis itu atheis dan membantai banyak orang di Indochina, bla bla bla.. Kalian anak muda nggak usah gampang terpesona dengan pemikiran-pemikiran kiri." Gw terhina sebagai anak muda, yang duduk sebagai pembicara dalam sebuah bedah buku di UIN Jakarta itu. Jadi, setelah baca "Pulang", gw nggak mau "tersiksa" sendirian. Gw ngerasa bahwa semua orang generasi gw dan generasi di bawah gw harus banget baca novel itu. Gw udah lama banget ga