Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2013

Selama Kamu Menjadi Bagian dari Semesta, Maka Kamulah Perpustakaan Itu

Indonesia macam apa yang akan kita miliki kelak jika anak-anak, remaja dan pemudanya kini enggan membaca? Dari mana para calon pemimpin ini memiliki referensi membuat keputusan, tanpa terasah nalarnya dari segala problematika yang sebagian bisa diraih lewat membaca? Dari mana logika dan diplomasi untuk bekal mengarungi hidup jika tak terbiasa mengikuti logika berbahasa, matematika, filsafat, sastra, sejarah dan segala macam ilmu humaniora? Dari mana kearifan sebagai manusia jika kita tak sedari muda berkaca pada tokoh-tokoh yang langkah hidupnya, segala pemikirannya, menginspirasi kita? Percayalah, semakin banyak tahu, semakin besar ruangmu melihat segala sesuatu. Saya tidak menjanjikan bahwa dengan berilmu segalanya menjadi lebih mudah—bahkan mungkin sebaliknya—tapi saya percaya bahwa dengan ilmu segalanya lebih terarah. Ingat waktu sekolah, rumus (matematika) tertentu yang kita pahami dengan baik, akan membawa kita pada satu jawaban pasti, meski sejumlah langkah harus sat

“Saya tidak pernah akur dengan kenangan. Apa yang bisa saya beli darimu?” Tanya saya kepada penjual kenangan

Penjual Kenangan , dan jendela yang menyetia  Saya dan Iwied  telah saling mengenal sejak kami semester satu, itu sekitar 12 tahun lalu. Kami dua tahun satu asrama dan satu fakultas pula, FIB-UI; saya di Sastra Jepang dan Iwied jurusan Sastra Indonesia. Karenanya, sedikit banyak saya mengenalnya secara pribadi, pun tulisan-tulisannya. Saya, Iwied dan Gita —sahabat Iwied, rumah segala kenangan, demikian Iwied menyebutnya di halaman persembahan  Penjual Kenangan —sama-sama suka menulis puisi dan kisah fiksi. Namun dalam perjalanan, saya lebih condong ke (bacaan) non-fiksi, buku referensi, penelitian dan jurnal. Dulu kami bercita-cita, suatu hari kami bertiga akan sama-sama jadi penulis fiksi J   Penjual Kenangan adalah buku Iwied yang pertama kali saya tamatkan. Sebelumnya saya sudah tahu Kucing Melulu dan Cerita Cinta (Me)Lulu , tapi menyerah pada halaman-halaman awal. Ini hanya masalah selera. Dalam buku ini, Penjual Kenangan  menawarkan repih-repih kenangan, pa

Annida, Rujakan, dan Iman Saya Kepada Sastra

Pernah ada satu waktu di penghujung era 90-an dan awal 2000, majalah Annida --yang mungkin awal mula genre "sastra Islam(i)", rintisan Forum Lingkar Pena, dengan penggagas kakak-beradik Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia--begitu mempesona gadis-gadis remaja seusia saya. Semua teman satu SMA berebutan membaca atau berlangganan Annida, seringkali dibawakan kakak-kakak kelas 3. Teman-teman saya sering berkumpul seminggu sekali, biasanya Jumat siang, rujakan  berbalut pengajian, keputrian, sembari membahas isi Annida, yang kebanyakan berisi cerpen bertema kisah cinta muda-mudi yang dikemas Islami. Sangat sesuai dengan jiwa remaja kami saat itu. Saya tidak pernah tertarik mengikuti kelompok keputrian itu--yang segera menjadi bahan gunjingan anak-anak Rohis sekolah--karena saya berjilbab ketika itu. Hanya ada dua cewek berjilbab di sekolah saya yang menolak mengikuti majelis keputrian itu: saya dan seorang teman lagi, tapi ia jamaah LDII, jelas tidak akan mau satu jamaah dengan pe