Jika suatu hari aku bertemu orang baru dan ia memuji kemandirianku, maka diam-diam aku berterimakasih atas kehadiranmu.
Jika suatu hari aku bertemu orang baru dan ia kagum pada kesabaranku, maka diam-diam aku berterimakasih pernah dipertemukan denganmu.
Kau selalu mengeluh aku manja maka aku belajar untuk tidak.
Di jalan yang macet dan gerah, aku begitu pemarah, mudah memaki pada pengendara lain; dan setiap kali kebiasaan buruk itu terjadi, aku menyesal dan berusaha lebih santun, sepertimu.
Katamu aku tak pernah mendengar orang lain, ceritamu sekalipun. Sekarang aku lebih berusaha mendengar daripada bicara; dan cerita orang lain sama pentingnya dengan ceritaku.
Aku terlahir angkuh dan tak biasa mengalah. Darimu aku belajar rendah hati dan tak selalu memandang segala sesuatu sebagai kompetisi, apalagi kalah dan menang.
Katamu aku terlalu mengandalkan logika dan jarang menuruti kata hati. Itu benar dan itu tak akan berubah. Tapi kau tahu: untukmu aku kehilangan logika, untuk waktu yang lama.
Aku terbiasa memandang langit, tapi kau menarik tanganku dan memastikan aku menginjak bumi.
Jika suatu hari aku bersama orang baru, maka orang itu harus berterimakasih padamu--dan aku hanya memilih orang yang tahu bersyukur dan berterimakasih.
Percayalah, kau akan bangga melihatku tumbuh menjadi perempuan yang lebih baik, seperti aku juga selalu bangga pada segala pencapaianmu.
Terimakasih. Terimakasih. Terimakasih.
Depok, 7 Juli 2012.
Comments
Post a Comment